Kamis, 28 Januari 2016

Pengendapan (Sedimentasi)

Pengendapan (Sedimentasi)

Pengendapan (Sedimentasi)
Sedimentasi adalah proses terbawanya material hasil dari pengikisan dan pelapukan oleh air, angin, atau gletser kedalam suatu wilayah yang kemudian diendapkan.
Semua batuan hasil pelapukan dan pengikisan yang diendapkan lama kelamaan akan menjadi batuan sedimen. Hasil proses sedimentasi di suatu tempat dengan tempat lain akan sangat berbeda. Berikut ini adalah beberapa bentang alam akibat proses pengendapan berdasarkan tenaga pengangkutnya.

Pengendapan oleh Air Sungai
Batuan hasil pengendapan oleh air disebut sedimen akuatis. Bentang alam hasil pengendapan oleh air sungai, antara lain meander, dataran banjir, tanggul alam, dan delta.
Meander merupakan sungai yang berkelok-kelok yang terbentuk karena adanya pengendapan. Proses pembentukan meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian dalam maupun tepi luar. Pada bagian sungai yang alirannya cepat akan terjadi pengikisan, sedangkan bagian tepi sungai yang lamban alirannya akan terjadi pengendapan. Jika hal tersebut berlangsung secara terus-menerus akan membentuk meander. Meander pada umumnya terbentuk pada sungai bagian hilir, di mana pengikisan dan pengendapan terjadi secara berturut turut. Proses pengendapan yang terjadi secara terus menerus akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan terpisah dari aliran sungai sehingga terbentuk oxbow lake.
Delta merupakan dataran yang luas, biasanya berada di muara sungai sebagai akibat dari adanya pengendapan. Pembentukan delta memenuhi beberapa syarat. Pertama, sedimen yang dibawa oleh sungai harus banyak ketika akan masuk laut atau danau. Kedua, arus di sepanjang pantai tidak terlalu kuat. Ketiga, pantai harus dangkal. Contoh bentang alam ini adalah delta Sungai Musi, Kapuas, dan Kali Brantas.
Dataran banjir merupakan dataran di tepi sungai sebagai akibat dari volume air meningkat (banjir) yang mengendapkan bahan-bahan yang dibawa oleh air sungai tersebut. Adapun tanggul alam adalah tepian sungai yang lebih tinggi dari dataran banjir.

Pengendapan oleh Air Laut
Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine. Pengendapan oleh air laut dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam hasil pengendapan oleh air laut, antara lain pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai.
Pesisir merupakan wilayah pengendapan di sepanjang pantai, terdiri atas material pasir. Ukuran dan komposisi material di pantai sangat bervariasi bergantung pada perubahan kondisi cuaca, arah angin, dan arus laut. Arus pantai mengangkut material yang ada di sepanjang pantai. Jika terjadi perubahan arah, arus pantai akan tetap mengangkut material-material ke laut yang dalam. Ketika material masuk ke laut yang dalam terjadi pengendapan material. Setelah sekian lama, terdapat akumulasi material yang ada di atas permukaan laut. Akumulasi material tersebut disebut spit.

Jika arus pantai terus berlanjut, spit akan semakin panjang. Terkadang spit terbentuk melewati teluk dan membentuk penghalang pantai (barrier beach). Jika di sekitar spit terdapat pulau, biasanya spit pada akhirnya tersambung dengan daratan sehingga membentuk tombolo.

Pengendapan oleh Angin
Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Bentang alam hasil pengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir (sand dunes). Gumuk pasir dapat terjadi di daerah pantai maupun gurun. Gumuk pasir terbentuk jika terjadi akumulasi pasir yang cukup banyak akibat tiupan angin yang kuat.  Angin mengangkut dan mengendapkan pasir di suatu tempat secara bertahap sehingga terbentuk timbunan pasir yang disebut gumuk pasir.

Pengendapan oleh Gletser

Sedimen hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimen glacial. Bentang alam hasil pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah yang semula berbentuk V menjadi U. Pada saat musim semi tiba, terjadi pengikisan oleh gletser yang meluncur menuruni lembah. Batuan atau tanah hasil pengikisan juga menuruni lereng dan mengendap di lembah. Akibatnya, lembah yang semula berbentuk V menjadi berbentuk U.

Sumber : http://indogeography.blogspot.co.id/2014_04_01_archive.html

Faktor-Faktor Pembentuk Tanah

Faktor-Faktor Pembentuk Tanah

Faktor-Faktor Pembentuk Tanah
Ada beberapa faktor penting yang memengaruhi proses pembentukan tanah, antara lain iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu. Faktorfaktor tersebut dapat diformulasikan melalui rumus sebagai berikut.
rumus tanah

Faktor-faktor pembentuk tanah tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam penjabaran sebagai berikut.

a. Iklim
Unsur-unsur iklim yang memengaruhi proses pembentukan tanah utama, yaitu suhu dan curah hujan. Suhu akan berpengaruh terhadap proses pelapukan bahan induk. Jika suhu tinggi, proses pelapukan akan berlangsung cepat sehingga pembentukan tanah akan cepat pula. Curah hujan akan berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah, sedangkan penyucian tanah yang cepat menyebabkan tanah menjadi asam (pH tanah menjadi rendah).

b. Organisme (Vegetasi dan Jasad Renik)
Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah, antara lain sebagai berikut.
  • Membantu proses pelapukan khususnya pelapukan organik.
  • Membantu proses pembentukan humus. Tumbuhan akan meng hasilkan daun-daunan dan ranting-ranting yang menumpuk di permukaan tanah. Daun dan ranting itu akan membusuk dengan bantuan jasad renik (mikroorganisme) yang terdapat di dalam tanah.
  • Jenis vegetasi berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Vegetasi hutan dapat membentuk tanah hutan dengan warna merah, sedangkan vegetasi rumput membentuk tanah berwarna hitam karena banyak memiliki kandungan bahan organik.


  • Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman ber pengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Misalnya, jenis cemara akan memberi unsurunsur kimia, seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah, akibatnya tanah di bawah pohon cemara derajat kea samannya akan lebih tinggi daripada tanah di bawah pohon jati.


c. Bahan Induk
Bahan induk terdiri atas batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Batuan induk akan hancur menjadi bahan induk, mengalami pelapukan, dan menjadi tanah.
Tanah yang terdapat di permukaan bumi sebagian memperlihatkan sifat (terutama sifat kimia) yang sama dengan bahan induknya. Bahan induk yang masih terlihat, seperti tanah berstuktur pasir berasal dari bahan induk yang kandungan pasirnya tinggi. Susunan kimia dan mineral bahan induk akan memengaruhi intensitas tingkat pelapukan dan vegetasi di atasnya. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan mem bentuk tanah dengan kadar ion Ca yang banyak pula sehingga dapat menghindari penyucian asam silikat membentuk tanah yang berwarna kelabu. Sebaliknya bahan induk yang kurang kandungan kapurnya membentuk tanah yang warnanya lebih merah.

d. Topografi/Relief
Keadaan relief suatu daerah akan memengaruhi pembentukan tanah, antara lain sebagai berikut.
  1. Tebal atau tipisnya lapisan tanah. Daerah dengan topografi miring dan berbukit lapisan tanahnya menjadi lebih tipis karena tererosi, sedangkan daerah yang datar lapisan tanahnya tebal karena terjadi proses sedimentasi.
  2. Sistem drainase atau pengaliran. Daerah yang drainasenya jelek sering tergenang air. Keadaan ini akan menyebabkan tanahnya menjadi asam.


e. Waktu
Tanah merupakan benda yang terdapat di alam yang terus menerus berubah, akibat pelapukan dan penyucian yang terjadi terus menerus. Oleh karena itu, tanah akan menjadi semakin tua dan kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara akan habis karena mengalami pelapukan sehingga yang ter tinggal adalah mineral yang sukar lapuk, seperti kuarsa.

Akibat proses pembentukan tanah yang terus berjalan maka induk tanah berubah ber turut-turut menjadi muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Tanah muda ditandai oleh adanya proses pembentukan tanah yang masih tampak pencampuran antara bahan organik dan bahan mineral atau masih tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah muda adalah tanah aluvial, regosol, dan litosol.
Tanah dewasa ditandai oleh proses yang lebih lanjut sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu dengan proses pembentukan horizon B. Misalnya, tanah andosol, latosol, dan grumosol. Tanah tua ditandai oleh proses pembentukan tanah yang berlangsung terus-menerus sehingga terjadi proses perubahan-perubahan yang nyata pada horizon-horizon A dan B. Contoh tanah pada tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol tua (laterit).


Lamanya waktu pembentukan tanah berbeda-beda. Bahan induk vulkanik yang lepas-lepas seperti abu vulkanik memer lukan waktu 100 tahun untuk membentuk tanah muda, dan 1.000–10.000 tahun untuk membentuk tanah dewasa.

Sumber : http://indogeography.blogspot.co.id/2014_04_01_archive.html

ENDAPAN TIMAH SEKUNDER

ENDAPAN TIMAH SEKUNDER



BAB I
PENDAHULUAN


I.1.  MENDALA METALLOGENIK 

Mendala Metallogenik atau Metallogenic Province memiliki pengertian suatu area yang dicirikan oleh kumpulan endapan mineral yang khas, atau oleh satu atau lebih jenis-jenis karakteristik mineralisasi.  Pembentukan bijih dan perkembangan struktur dapat diperkirakan seperti model tektonik lempeng yang terjadi selama evolusi kerak bumi (Gambar 1.1 dan 1.2). Model tersebut menjelaskan bagaimana kerak yang baru terbentuk di dalam rift zone, terutama di mid-oceanic ridge, oleh penambahan magma basaltik dari kedalaman. Proses tersebut membentuk kerak samudra yang homogen yang telah mengalami sedikit proses yang penting untuk segregasi logam-logam yang membentuk endapan bijih.

Kecuali segregasi lokal dari kromium dan nikel di bagian yang paling dalam dari kerak samudra, dan pengendapan sulfida-sulfida masif dari tembaga dan besi di tempat-tempat yang panas, metal-bearing brine menuju samudra melalui zona regangan. Kerak samudra dijumpai dalam zona-zona subduksi pada tempat-tempat pertumbukan lempeng. Proses ini diikuti oleh gempa bumi dan aktivitas volkanik yang intensif, dan mengawali proses-proses diferensiasi magmatik. Segregasi magma-magma granitik dan formasi dari jenis magmatik yang besar, dan endapan-endapan mineral magmatik-hidrotermal berhubungan dengan proses-proses subduksi. Tumbukan dan subduksi membentuk gunung-gunung yang besar seperti di Andes, yang mana endapan-endapan mineral dibentuk oleh diferensiasi magma.


GAMBAR 1.1.
DIAGRAM SKEMATIS SETTING GEOLOGI ENDAPAN ENDAPAN MINERAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN TEKTONIK LEMPENG
(Gocht, Zantop, Eggert; 1988)


GAMBAR 1.2.
ELEMEN TEKTONIK DARI PULAU AKTIF PADA SISTEM BUSUR INDONESI BAGIAN BARAT
(after Katili, 1977)


I.2.  GENESA TIMAH

Observasi tertua mengenai bijih sangat dipengaruhi oleh konsep dimana menghubungkan formasi bijih dengan astronomi dan iklim, pengaruh dari pemikiran fisikawan Aristoteles. Contoh, Robler (1700:19) menyatakan mengenai timah “dieses Metall topi seine Seni gerne sebuah Orten kalten” (logam ini suka tempat yang dingin). Dan Lehmann (1751:12) mencatat: "Das eintzige Zinn scheinet eine gemäßigte Gegend zu Lieben, und es ist daher nicht oder gar entweder sehr wenigstens Selten di denen kältern Nord-Ländern zu finden". (Timah muncul untuk mencintai iklim moderat dan karena itu tidak pernah atau setidaknya jarang ditemukan dalam negara utara yang dingin). Lehmann (1753:203) menambahkan dengan lebih menarik: "Zinn ist gerne alleine". (Timah suka sendirian). 

Cotta (1859:680) menekankan fakta penting bahwa magmatisme granit sering disertai dengan mineralisasi timah. Tidak di setiap batuan granit yang ditemukan, terdapat bijih timah dalam zona kontaknya. Terdapatnya batuan granit bersama dengan bijih timah adalah pengecualian, sedangkan terdapatnya bijih timah bersama dengan batuan granit adalah aturan. Genetis kehadiran timah bermula dengan adanya intrusi granite biotite, yang diperkirakan terjadi ±222 juta tahun yang lalu pada masa Triassic Atas. Sebagai host-rock adalah batuan dinamo metamorphic yang berumur Permokarbon dan yang berumur Trias Bawah, yang terdiri dari komposisi batupasir, kuarsit, shales, fossiliferous limestone, chert, konglomerat, dan diabas. Proses mineralisasi yang terjadi pada dasarnya tergambar sebagai berikut. 

Magma yang bersifat asam mengandung gas SnF4, yang lewat proses peumatolitik hidrotermal menerebos dan mengisi celah retakan, dimana terbentuk reaksi dasar:
SnF4 + H2O -----> SnO2 +HF4
SnO2 yang dikenal dengan nama kasiterit adalah senyawa Sn yang utama, dan merupakan mineral timah ekonomis. Senyawa lain dengan silika, karbonat volframit, sulphida dan lain-lain, banyak didapatkan tetapi tidak dalam nilai ekonomik.

Ada dua jenis utama timah yang berdasarkan proses terbentuknya yaitu Timah Primer dan Timah Sekunder, kedua timah jenis tersebut dibedakan atas dasar proses terbentuknya (genesa). 
  • Endapan Timah Primer pada umumnya terdapat pada batuan granit 
  • Sedangkan endapan Timah Sekunder kebanyakan terdapat pada sungai-sungai tua dan dasar lembah baik yang terdapat di darat maupun di laut 

Kondisi alam tropis Indonesia yang panas dan lembab, menyebabkan terjadinya proses pelapukan baik kimiawi maupun mekanis, yang kemudian berlanjut dengan proses erosi, elutriasi dan tertransportasi lewat sungai-sungai dimana terendaplah kasiterit sebagai mineral berat (BD=7) bersama produk rombak lain yang lebih ringan seperti pasir kuarsa, dan mineral-mineral ikutan seperti zircon, monasit, rutil, ilmenit. Lapisan pasir bertimah yang terletak di atas bedrock setempat dikenal dengan nama kaksa. 

Jenis endapan sekunder sangat bervariasi, sejak dari elluvial, colluvial, alluvial dangkal hingga alluvial dalam (lebih dari 120 m) dan alluvial fan sampai kepada endapan lepas pantai (nodul).

Beberapa kontrol pembentukan yang sangat berperan pada endapan Timah adalah :
  • Ketahanan terhadap pelapukan secara kimia à tidak mengalami penguraian (deformasi) komposisi kimia 
  • Ketahanan terhadap pelapukan secara mekanis (fisik) à mengalami perubahan fisik,
  • Konsentrasi gravitasi secara alamiah (perbedaan berat jenis) à memungkinkan pengendapan kembali untuk mencapai konsentrasi yang  ekonomis.
  • Media transportasi  à solid, air, dan gas/udara,
  • Akumulasi à Perangkap/lingkungan pengendapan.


GAMBAR 1.3
SKEMA ENDAPAN TIMAH PRIMER YANG BERASOSIASI DENGAN MOLYBDENUM DAN TUNGSTEN DI BANGKA-BELITUNG


       GAMBAR 1.4 
      TIPE – TIPE ENDAPAN SEKUNDER
Berdasarkan tempat atau lokasi pengendapannya (Sutopo Sujitno, 1972) endapan bijih timah sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

  1. Endapan Elluvial : Terdapat dekat sekali dengan sumbernya, tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk, Ukuran butir agak besar dan angular
  2. Endapan Kollovial : Butiran agak besar dengan sudut runcing, biasanya terletak pada lereng suatu lembah 
  3. Endapan Alluvial : Terdapat di daerah lembah, mempunyai bentuk butiran yang membundar. 
  4. Endapan Miencang : Endapan bijih timah yang terjadi akibat pengendapan yang selektif secara berulang-ulang pada lapisan tertentu, dengan ciri-ciri : Endapan berbentuk lensa-lensa, bentuk butiran halus dan bundar
  5. Endapan Disseminated : Jarak transportasi sangat jauh sehingga menyebabkan penyebaran yang luas tetapi tidak teratur. Ciri-ciri : tersebar luas, tetapi bentuk dan ukurannya tidak teratur, ukuran butir halus karena jarak transportasi jauh, terdapat pada lapisan pasir atau lempung


GAMBAR 1.5
MODEL SEDERHANA DEPOSIT TIMAH PLACER DAN PROSESNYA
(Sutopo Sujitno, 1972)



BAB II.
MENDALA METALLOGENIK TIMAH DI INDONESIA


II.1. SETTING GEOLOGI 

Seperti diketahui bahwa geologi kepulauan Indonesia ini terletak pada daerah tumbukan tiga lempeng bumi, yaitu Lempeng Pasific, lempeng India-Australia dan Eurasia yang telah membentuk kerangka tektonik yang cukup rumit serta kondisi daerah yang cukup dinamis dan cocok bagi pengendapan berjenis-jenis mineral logam.
Pengenalan metalogenik di Busur Sunda-Banda akan sangat membantu untuk menentukan tempat kedudukan dan memperkirakan jenis/tipe mineralisasi yang terjadi. Perbedaan geologi (lingkungan pengendapan, litologi dan tektonik) erat hubungannya dengan genesa pembentukan bahan galian mineral logam, maka daerah mineralisasi logam tertentu dapat dibedakan berdasarkan jenis/tipe endapan dan geologi seperti magmatik, tektonik dan erosi-sedimentasi akan membentuk jenis-jenis endapan magmatik skarn dan greisen, endapan hidrotermal berkaitan dengan stockwork, urat, breksi pipa, endapan volkanogenik, sedangkan proses pengayaan membentuk endapan laterit, plaser, sedangkan proses rombakan menghasilkan endapan pasir pantai dll.

Berdasarkan proses geologi, tektonik dan fase mineralisasinya, maka secara sederhana di Ujung Barat dan sepanjang Busur Sunda-Banda tersebut terdapat beberapa perioda mineralisasi, diantaranya adalah:

  1. Mineralisasi Logam pada perioda Karbon Akhir hingga Trias Akhir.
  2. Mineralisasi Logam pada perioda Trias Tengah hingga Kapur Akhir.
  3. Mineralisasi Logam pada perioda Kapur Awal hingga Miosen Tengah.
  4. Mineralisasi Logam perioda antara Miosen Tengah hingga Pliosen.
  5. Mineral logam berumur Kwarter.

Untuk pembentukan timah di Indonesia, terjadi pada mineralisasi logam pada perioda Trias Tengah hingga Kapur Akhir. Pada perioda tersebut mineralisasi kasiterit terjadi pada batuan sedimen dan volkanik periode Akhir-Mesozoik yang diintrusi batuan plutonik, terjadi proses pegmatitik, kontak metasomatik, alterasi hidrotermal dan mineralisasi logamtimah yang berasosiasi dengan logam jarang di pulau-pulau timah. Mineralisasi dalam jalur plutonik batuan granitik Asia Tenggara ini sangat karakteristik, yaitu terbentuknya kasiterit yang umumnya berasosiasi dengan scheelite, xenotime, columbite, monasit.


GAMBAR 2.1
JALUR BUSUR MAGMATIK TEMPAT KEDUDUKAN  MINERALISASI LOGAM
(dimodifikasi dari beberapa sumber,2000)

Terdapat Lima daerah tektonostratigraphi berbeda yang diketahui sampai saat ini di Asia Tenggara yang bertambah satu sama lain pada masa Paleozoikum dan Mesozoikum. Sabuk Timah Asia Tenggara terletak di antara blok Sibumasu (Sino-Burma, Malaya, dan Sumatra) dan Blok Malaya Timur. Blok lainnya adalah Kalimantan Baratdaya, Indocina dan Cina Selatan. 


GAMBAR 2.2
CRETACEUS RECENT MAGMATIC ARCS/ SUBDUCTION ZONES INDONESIAN ARCHIPELAGO
(Katili 1974)



         GAMBAR 2.3
.         INTERAKSI TECTHNOSTATIGRAFI  DI ASIA TENGGARA
After Metcalfe (1988) 


GAMBAR 2.4. 
DISTRIBUSI MINERAL TIMAH,  TUNGSTEN,DAN  FLUORIT HUBUNGANNYA DENGAN BATUAN GRANIT DI ASIA
(from Mitchell and Garson, 1972).


GAMBAR 2.5
 PALEO TEKTONIK DARI SUNDA AREA PADA LATE TRIASSIC – EARLY JURRASIC , DENGAN CROSS SECTION SKEMATIK YANG MEMPERLIHATKAN REKONSTRUKSI BERLAWANAN DARI ZONA SUBDUKSI DAN SEGI YANG BERHUBUNGAN  DENGAN
(from Hutchison, 1973).


GAMBAR 2.6
SKEMA BAGIAN DI SEMENANJUNG MALAYA – THAILANDMENUNJUKAN PENGATURAN TEKTONIK DI PERMIAN AKHIR, AKHIR TRIAS, AKHIR TRIAS – AWAL JURRASIC DAN CRETACEOUS AKHIR - PLIOSEN.

GAMBAR 2.7
 LOKASI YANG DIREKOMENDASIKAN STUDI MULTIDISIPLIN ILMU PERPOTONGAN DI ASIA TENGGARA, DALAM HUBUNGAN TERHADAP BATAS LEMPENG UTAMA


GAMBAR 2.8
STRUKTUR SEPANJANG MALAY-THAILAND PENISULA SUNDA SHELF YANG SALING BERHUBUNGAN, SF = SEMANGKO FAULT


GAMBAR 2.9
.      SW-NE LINTAS BAGIAN DI KUNDUR BATAM
(ATAS) DAN SINGKAP   LINGGA (BAWAH)
(bothe, 1928)

Batuan tertua di Bangka dan Belitung adalah Paleozoikum sekis mika dan metamorf-rendah, secara isoclinal dilipat Permian-Karbon Tipe-flysch klastik dengan basal, radiolarian cherts, dll. Rare blok batugamping dengan Permian fusulinids. Batuan-batuan ini dapat ditafsirkan sebagai sebuah pertambahan kompleks Paleo-Tethys material lantai laut, tertutup sebelum tabrakan Trias dengan Sibumasu terrane (Hutchison 1994, Barber & Crow 2009). Komplekstivitas ini secara tidak sesuai (unconformably) dilapisi oleh sedikit perubahan bentuk batupasir Trias dan serpih dengan fosil yang buruk flora Cathaysian. Stratigrafi ini memberi kesan kuat afinitas antara Blok Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.


BAB III.
PENYEBARAN TIMAH DI INDONESIA


III.1. PENYEBARAN TIMAH DI DUNIA

Penyebaran Timah di dunia ini hanya terdapat 4 regional yang terdefinisi dengan baik kegiatan pertambangan timahnya yang mana mencakup 80% produksi dunia yaitu:
  1. Sabuk timah SE Asia (Myanmar, Thailand, Malaysia, Indonesia) yang merupakan 50% dari produksi timah dunia total. 
  2. Sabuk timah Bolivia (ca. 10%). 
  3. Timah province di Cina Selatan (ca. 10%). 
  4. Timah province di Cornwall, Inggris (ca. 10%).



          GAMBAR 3.1.
         PENYEBARAN TIMAH DI DUNIA
          (TANPA SKALA)


TABEL I.1
PENYEBARAN TIMAH DI DUNIA


GAMBAR 3.2 
TIMAH PORPHYRIES
( CONTOH LLAGUA DAN CHOROLQUE, BOLIVIA; YINYAN, GUANGDONG, CINA))


GAMBAR 3.3
SKARN DAN KARBONAT/SULFIDA PENGGANTI
(CLEVELAND DAN RENISON BELL, TASMANIA, AUSTRALIA;KABUPATEN DACHANG, GUANGXI, CINA


GAMBAR 3.4
VEINS DAN LEMBARAN VEIN
( CHOJLLA, BOLIVIA;GEEVOR DAN WHEAL JANE , CONWALL, INGGRIS, HERMYINGI, BURMA)


GAMBAR 3.5. 
GREISSEN (ALTENBERG, JERMAN TIMUR, CINOVEC, CSSR;TIKUS, INDONESIA DAN PEGMATIT
( CONTOH MANONO, ZAIRE, PHUCKET, DISTRICT, THAILAND)  




III.2 PENYEBARAN TIMAH DI INDONESIA

Penyebaran timah primer di Indonesia, didapatkan dalam variasi :
  • Yang diketemukan pada bagian teratas/teluar dari sisi batuan granit, daerah kontak dimana akumulasi fluida terjadi. Dalam hal ini timah diketemukan tersebar dan tersegresi dalam batuan yang granitik, metasedimen atau batu ubahan sampai greisen. (Pemali,Tempilang).
  • Pada batuan greisen, timah terdapat dalam krital kasiterit mulai dari bentuk halus hingga kasar.
  • Pada vein maupun pada bedding plane. Dalam hal ini proses yang berlangsung adalah purimetasomatik. Tipe deposit ini umumnya berda jauh dari sumber granitnya (granite source) dan berproses dalam temperatur rendah. Ciri yang menyolok adalah kehadiran yang dominan dari mineral magnetik, dan kemudian hadirnya mineral calcsilicate (Kelapa Kampit).



 GAMBAR 3.6. 
JALUR SEBARAN TIMAH YANG BERADA DI Indonesia
(tanpa skala)

Di Bangka mineralisasi berlangsung di sekitar badan granit, dengan demikian deposit diketemukan di daerah kontak (contact zone). Hal yang mirip diketemukan di Singkep, dan Pulau Karimun Kundur. Sedangkan di Belitung, mineralisasi terjadi jauh dari badan granit, dimana likwida berada dalam temperatur rendah dan mampu mengisi dari celah-celah dari host rock termasuk bedding plane. 

Dalam proses kelanjutannya, di alam tropis yang panas dan lembab, terjadilah proses pelapukan baik kimiawi maupun mekanis, yang kemudian berlanjut dengan proses erosi, elutriasi dan dilanjutkan oleh transportasi lewat sungai-sungai dimana terendaplah kasiterit sebagai mineral berat (BD=7), bersama produk rombak lain yang lebih ringan seperti pasir kuarsa, dan mineral-mineral ikutan seperti zircon, monasit, rutil, ilmenit. Lapisan pasir bertimah yang terletak di atas bedrock setempat dikenal dengan nama kaksa. 
Jenis endapan sekunder sangat bervariasi, sejak dari elluvial, colluvial, alluvial dangkal hingga alluvial dalam (lebih dari 120 m) dan alluvial fan. 

Tingkat erosi terhadap deposit primer berlangsung dengan tingkat intesitas yang berbeda antara satu pulau timah dan pulau timah lainnya. Pulau Bangka dalam masa tersier dan periode kwarter, berada dalam altitute yang tinggi, oleh karena itu erosi nampaknya berjalan dengan sangat intensif, hal mana menyebabkan terbentuknya cebakan timah sekunder di sungai-sungai purba, yang bukan saja kaya, tetapi juga dalam jumlah yang besar dan dapat ditemukan di banyak tempat baik pada daratan maupun di daerah lautan. Sedangkan deposit timah primer sedikit saja tersisa yang dapat diketemukan di Singkep dan Karimun Kundur, namun dalam kualitas dan kuantitas yang kecil. Lain sekali halnya dengan Belitung di mana pada masa itu kedudukan pulau itu pada altitude yang rendah, hal ini antara lain yang menyebabkan proses pembentukan endapan sekunder tidak seintensif di Bangka, sebaliknya endapan primer dapat diketemukan indikasinya di banyak tempat. 

Penyebaran konsentrasi lapisan pasir bertimah (tin bearing sand) baik vertikal maupun lateral dalam banyak hal sangat dipengaruhi oleh gejala naik turunnya permukaan laut (sea level chenges), antara lain karena glasiasi dalam masa pleistocene, yang mana diperkirakan terayun dari 100 m di atas permukaan laut sekarang. Pada hakekatnya proses yang terjadi pada penyusunan endapan timah alluvial di darat, adalah sama dengan yang membentuk deposit timah alluvial di laut. Namun kejadian, baik vertikal maupun lateral, telah mengalami pengulangan-pengulangan proses, sehingga penyebarannyapun bersistimasi tidak sesederhana yang ditemukan di daratan sekarang.
Sesuai dengan teori sundaself, dan Molengraaff valley-nya diperkirakan bahwa lautan di sekitar pulau-pulau timah relatif dangkal, sedang kemampuan menambang lautan semakin meningkat, maka sejak permulaan abad ini dan untuk masa yang akan datang, potensi timah lautan telah dan akan menjadi sumber utama produksi timah Indonesia. 
Dalam sejarah pertimahan Indonesia, potensi cadangan primer relatif sangat kecil serta m empunyai umur yang tidak terlalu panjang dibandingkan alluvial darat. Dari banyak indikasi kehadiran timah primer yang tercatat, maka Kelapa Kampit di Belitung perlu dicatat sebagai deposit timah primer yang paling besar yang pernah dikerjakan. Penambangan dalam (deep mine) dimulai tahun 1906 dan kemudian pada tahun 80-an sebagian dikerjakan dengan cara open pit. Ini adalah jenis strata-bound deposit dan adalah jenis yang terkaya yang terdapat di jalur South East Asia Tin Belt. Bagian utama adalah Nam Salu (South Vein), baru ditemukan pada tahu 70-an, mempunyai kekayaan 1-2% Sn, dapat diikuti sejauh 3 km, dengan ketebalan bervariasi hingga 35 m, dengan kemiringan 45°. Mineralisasi berlangsung hingga kedalaman -290 meter. 
Penelitian eksplorasi selanjutnya juga menunkukkan adanya indikasi positif dari Pb-Zn yang terdapat dalam ikatan sulphidis. Cebakan timah primer lain di Belitung yang perlu dicatat adalah Tikus, yang merupakan endapat timah yang terdapat pada zona topaz greisen. Penambangan dalam (underground mining) pernah dilakukan pada zaman sebelum Perang Dunia II, yang dihentikan karena terjadinya bencana kelongsoran dalam tambang dalam tersebut. Cadangan ini merupakan cadangan timah yang mengandung wolframit yang cukup berarti (jenis yang sama diketemukan di Bukit Tumang, Singkep). Di Bangka terdapat deposit primer Pemali, berupa Stockwork deposit (endapan jejaring) dan greisen dalam granit; mineralisasi berlangsung hingga -250 m .
GAMBAR 3.7

 DISTRIBUSI TIMAH TUNGSTEN DAN GRANIT DI PULAU BANGKA.. 
 
Osberger (1968a), Anonymous (19751, Cobbing and Mallick (1984), Departemen Pertambangan Energi (Indonesia) (1970-1989)
GAMBAR 3.8 
DISTRIBUSI TIMAH TUNGSEN DAN GRANIT DI PULAU BELITUNG.
Based on Osberger (1968a), Anonymous (19751, Cobbing and Mallick (1984), Departemen Pertambangan Energi (Indonesia) (1970-1989). 
  
GAMBAR 3.9
 DISTRIBUSI DEPOSIT TIMAH TUNGSTEN, TUNGSTEN DAN GRANIT DI PULAU RIAU-SUMATERA. 
Based on Anonymous (1928), Osberger (1968a). Silitonga and Kastowo (1975), Bakri (19X2), Rock et al. (1983), Cobbing and Mallick (1984). Wikarno et al. (1988), Geological Research Development Centre (Indonesia) (1989), Departemen Pertambangan Energi (Indonesia) (1970-1989), unpublished map 1:50,000 of Karimum-Kundur by P.T. Timah.  


BAB IV
PERHITUNGAN CADANGAN TIMAH


IV.1 Eksplorasi Timah Placer
Adapun tahapan dan metode yang dipakai pada endapan Timah Placer adalah seperti berikut ini :

Tipe Endapan Aluvial Darat
  • Eksplorasi timah di darat dilakukan dengan pemboran, test pit (sumur uji) dan pengambilan conto (sampling), baik terhadap endapan primer maupun sekunder
  • Metode sampling yang biasa dilakukan :
  1. Bangka bor, yang ditujukan pada endapan timah yang dalam jarak pemboran tergantung dari bentuk penyebaran dan tujuan
  2. Sumur uji, ditujukan pada endapan yang relatif dangkal
  3. Channel digunakan pada lubang bukaan tambang dalam dengan mengetahui cadangan lebih rinci
  • Inventarisasi dan evaluasi data-data pengeboran timah di tambang lama, lembah-lembah, dan daerah-daerah pengaruh granit
  • Pengeboran bangka bor dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu pengeboran deliniasi potensi dan pengeboran penentuan cadangan. 
  • Target eksplorasi pengeboran, untuk endapan alluvial dalam tersembunyi dilakukan survey geofisika dan resistivity survey.

Tipe Endapan Aluvial Laut (Off shore deposit)
  • Tahap pertama adalah pengumpulan data-data pemetaan dari daerah yang berbatasan dengan endapan-endapan yang sudah diketahui, dan dilanjutkan dengan tahap survey
  • Tahap survey geofisika dilaksanakan dengan : Resistivity dan Seismic ( Sub Bottom Profiling )
  • Survey ini bertujuan untuk menentukan letak daerah arah jalur lemah, tebal lapisan, dalam laut dan penyebaran granit.
  • Dari studi literatur dan survey tersebut dirumuskan pemilihan target pengeboran

METODE RESISTIVITY
  • Alat penentu dan echosounder digunakan untuk pengambilan data resistivitas. Alat ini bekerja sebagai penerima sinyal satelit, transduser pengukur kedalaman laut dan konsole yang berfungsi sebagai prosesor dan display data-data.
  • Data yang dihasilkan dari peralatan lowrance dihubungkan ke peralatan marine resistivity.
GAMBAR 4.1
SKEMA PENGUKURAN MARINE RESISTIVITY

  • Untuk mengukur resistivitas batuan, menggunakan alat Super Sting Marine R8 dengan menggunakan 8 saluran yang dapat melakukan pengukuran resistivitas secara terus menerus (Continuous Resistivity Profiling, CRP).
  • Alat ini menggunakan 8 pasang elektroda pengukur beda tegangan yang berupa 9 buah elektroda yang tersusun pada sebuah kabel dengan sistem dipole-dipole.

  • Pengolahan data Resistivitas hasil pengukuran menggunakan metode Marine Resistivity bertujuan untuk menghasilkan gambaran distribusi resistivitas bawah permukaan yang sedapat mungkin mendekati kondisi geologi yang sebenarnya.
  • Adapun pengolahan data yang dilakukan :
  • Mengkonversi resistivitas semu berdasarkan data beda potensial (V), arus (I) dan faktor geometri hasil pengukuran lapangan.
  • Menghitung resistivitas semu didasarkan pada parameter model, konfigurasi elektroda dan model.
  • Melakukan inversi untuk menentukan perkiraan dari parameter model yang didasarkan pada data dan model.

METODE SEISMIK

Metode ini sangat umum digunakan pada eksplorasi endapan Timah di laut. Adapun prinsip kerja metode ini adalah sebagai berikut :
1. Source memancarkan gelombang mekanis dan kemudian pantulan gelombangnya ditangkap oleh receiver baik berupa refleksi maupun refraksi. Dimana Seismik Refleksi dipergunakan untuk mendeteksi Hidrokarbon dan Seismik Refraksi dipergunakan untuk mendeteksi batuan yang letaknya cukup dangkal dan untuk mengetahui overburden.

2. Data-data yang diperoleh dari data Seismik antara lain adalah sebagai berikut :


PEMBORAN

Ada tiga tipe yang dikembangkan Indonesia untuk pengeboran lepas pantai

  1. Bor Mesin Semprot (BMS) adalah bor putar dengan pengambilan contoh dengan semprot dan dipasang di atas ponton
  2. Bor counterflash (semprot terbalik), dipasang di atas kapal, dikembangkan untuk pengambilan contoh (core recovery) yang lebih teliti
  3. Ponton yang bisa terangkat (jeck up), yang dapat dipergunakan di laut dalam dan keadaan gelombang yang lebih besar

IV.2 Metode Perhitungan Cadangan Timah Sekunder

Dalam melakukan metode perhitungan cadangan haruslah ideal dan sederhana, cepat dalam pengerjaan dan dapat dipercaya sesuai dengan keperluan dan kegunaaan. Metode perhitungan harus dipilih secara hati – hati dan rumusan yang dipilih harus sederhana dan mempermudah perhitungan sehingga dapat menghasilkan tingkat kepercayaan dan ketepatan yang sama dengan metode yang kompleks. Maka tingkat kebenaran perhitungan cadangan tergantung pada ketepatan dan kesempurnaan pengetahuan atas gendapan atau modek genetiknya.

Pemilihan metode untuk perhitungan cadangan tergantung pada :

  1. Keadaan Geologi dari Endapan : Topografi daerah penelitian berupa perbukitan bergeombang.
  2. Ketersediaan Data : Tidak adanya data lubang bor yang menunjukan ketebalan endapan sehingga data merupakan indikasi geologi saja.
  3. Jenis Bahan Galian

Bijih Timah merupakan jenis bahan galian golongan A yang mempunyai bentuk dan geometri yang sederhana, dan memiliki asosiasi dengan mineral–mineral lainnya. Secara umum endapan–endapan bahan galian dapat dikategorikan atas sederhana (simple) atau komplek (complex) tergantung dari distribusi kadar dan bentuk geometrinya.Kriteria untuk mengkategorikan endapan bahan galian ini 
didasarkan atas pendekatan geologi .Untuk kategori kompleks dicirikan dengan kadar pada batas endapan dan pada tubuh bijihnya sangat bervariasi serta bentuk geometrinya yang kompleks yang sederhana dan kadar pada batas endapan .

Dalam metode ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa metode perhitungan :

  • Blok Teratur ( Reguler Block)
Metode ini digunakan unutk grid – grid lubamg bor yang teratur. Jika grid  grid lubang bor yang membentuk grid yang teratur, makaa dapat dibagi menjadi blok- blok yang teratur pula seperti bujur sangkar atau persegi panjang dengan satu lubang bor terletak pada masing – masing blok.

  • Metode Poligon
Metode Poligon digunakan untuk daerah yang grid lubang bor tidak seragam, dimana polygon setiap lubang bor diletakkan di tengah – tengah polygon yang tidak teratur. Volume setiap polygon merupakan hasil perkalian polygon antara luas daerah perngaruh dengan ketebalan / ketinggian.


  • Metode Segitiga (khusus endapan darat : colluvium)
Dalam metode segitiga ini, luasan dibagi – bagi dalam bentuk segitiga dengan menggunakan / menggambarkan garis – garis diantara lubang bor- lubang bor. Ketebalan / ketinggian pada setiap segitiga ditentukan sebagai rata – rata lubang bor pada setiap segitiga. Metode triangular ini bisa digunakan untuk endapan tumah sekunder yang bertipe colluvium 


IV.3  Perhitungan Cadangan PT.Timah secara Manual

PT. Timah dalam melakukan perhitungan volume cadangan di TB Nudur Hilir masih menggunakan cara manual dengan menggunalan metode grafis. Untuk menghitung luas digunakan mal grid yang terbuat dari kertas transparan (milimeter kalkir), luas tanah yang diukur dengan kelipatan dari luas jala – jala grid. Sedangkan untuk menghitung volume menggunakan rumus dilakukan ketebalan rata – rata lubang bor, Dalam menghitung cadangan nudul hilir wasprod IV mempunyai cara yang berbeda dengan yang dilakukan pada penelitian. Setiap Lubang bor dibagi menjadi beberapa kotak dengan ukuran tertentu kemudian dengan menggunakan mal grid ukuran 0,5 x 0,5 dihitung jumlah kelipatan grid yang masuk dalam kotak tersebut, hasil perhitungan tersebut direduksi dengan cara membagi jumlah tersebut dengan 16 kotak yang merupakan daerah pengaruh dari setiap lubang bor.

A. Perhitungan Produksi Bijih Timah

Dengan memperhatikan kekayaan timah tiap – tiap lubang bor dan luas daerah cadangan , maka dapat dibuat garis rencana sebagai batas daerah dalam perhitungan cadangan. Adapun rangkaian proses perhittungan secara manual, adalah sebagai berikut :
  • Pembuatan Blok
Pembuatan Blok bertujuan untuk mempermudah perhitungan area dari suatu lubang bor yang bersingguhan dengan lubang bor yang ada di sekitarnya. Perhitungan area lubang bor akan lebih mudah jika lubang bor yang ada memiliki jarak yang teratur antara satu lubang bor yang lain, yang biasa disebut dengan blok teratur. Akan tetapi jika jarak antar blok tidak beraturan maka akan menggunakan system polygon .
  • Perhitungan Jumlah Reduksi
Reduksi adalah perbandingan antara luas daerah pengaruh tiap lubang bor (Are of Influence) dengan luas pengaruh lubang bor yang dianggap baku pada suatu peta cadangan dengan skala tertentu. Setelah blok telah selesai dibuat, selanjutnya adalah menghitung jumlah reduksi yang ada pada masing–masing blok, dengan cara memplot kotak reduksi pada peta lubang bor yang telah dibuat blok. Kotak reduksi adalah kotak – kotak berukuran 1 m x 1m x1 m yang digambarkan pada kertas transparan yang dimana ukuran suatu reduksi adalah 40 x 40 untuk bor daray. Jumlah reduksi dihitung dalam setiap lubang blok, jika semua blok telah dihitung jumlah reduksinya maka selanjutnya adalah menjumlahkan seluruh reduksi dari masing – masing blok.
  • Penggalian Reduksi Dengan Tebal
Penggalian reduksi dengan kedalaman lubang bor, bertujuan untuk mendapatkan tebal dari masing – masing blok yang reduksinya dikalikan dengan kedalaman lubang bor. Dengan cara mengalikan reduksi dari lubang bor dengan kedalamannya
  • Penggalian Reduksi Dengan Kg/Sn
Penggalian reduksi dengan Kg/Sn yaitu dengan cara mengalikan reduksi suatu lubang bor dengan Kg/Sn (kuantitas Sn) lubang bor tersebut.

B. Mencari Luas Daerah di Hitung (Ldh volume)

Luas daerah dihitung adalah luas lapangan yang dihitung cadangannya , dinyatakan dalam meter (m2). Pengukuran luas dilakukan dengan plannimeter atau dengan perhitungan ilmu ukur.

C. Mencari tebal Lapisan (Ddh tebal rata – rata)

Tebal lapisan adalah rata–rata tebal lapisan dari lubang bor pada suatu lapangan yang dihitung dengan reduksi. Rumus yang digunakan untuk perhitungan ini adalah

Keterangan 
Ddh  : Tebal Lapisan rata – rata (m)
D      : Tebal lapisan lubang bor (m)

D. Isi tanah dihitung
Isi tanah dihitung adalah perkiraan isi tanah dari suatu lapangan berdasarkan data pemboran , yaitu merupakan perkalian antara luas daerah dihitung dengan tebal lapisan

Rumus yang digunakan untuk menghitng isi tanah adalah :

Keterangan 
Idh = Isi tanah
Ldh = Luas Daerah
Ddh = Tebal Lapisan
E. Kekayaan Bijih Timah (Tdh Total) /Grade Keseluruhan)
Kekayaan timah dihitung adalah perkiraan kekayaan timah rata – rata dari suatu lapangan, ditentukan berdasarkan data bor.

Rumus yang digunakan untuk mendapatkan Grade Keseluruhan

Keterangan
Tdh = Kekayaan Timah dihitung , Kg Sn/1000 m
D    = Tebal lapisan lubang bor (m)
R    = Reduksi

F. Jumlah Endapan (Pdh) (tonase)
Produksi timah dihitung adalah besarnya cadangan timah dari suatu daerah cadangan. Untuk mengetahui jumlah endapan dari keseluruhan area, maka rumus yang digunakan adalah :

Keterangan
Pdh = Produksi timah dihitung ton Sn
Idh  = Isi tanah di hitung (m3)
Tdh  = Kekayaan timah dihitung Kg Sn/1000


DAFTAR PUSTAKA

  • Denni Widhiyatna, Mangara P Pohan, Asep Ahdiat, 2006.  Inventarisasi Potensi Bahan Galian Pada Wilayah Peti  Daerah Belitung, Provinsi Bangka Belitung, Proceeding Pemaparan Hasil-hasil Kegiatan Lapangan Dan Non Lapangan.Pusat Sumber Daya Geologi.
  • Evans, Anthony M. 1987.Ore geology and industrial minerals, 3rd ed. Geoscience texts. Rev. ed. of: An Introduction to ore geology, 2nd ed. 1987. page 336 
  • Hardjono, S. Sutedjo, W.Soemarto, N. Mulyadi, S.Marangin. 1992. Pengantar Pertambangan Indonesia, Asosiasi Pertambangan Indonesia. Cerakan Pertama. Jakarta.
  • Herman Z. Danny. 2005. Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Konservasi Sumber Daya Mineral Daerah Bangka Tengah, Provinsi Bangka – Belitung.
  • Mardiah. 2014. Karakteristik Endapan Timah Sekunder Daerah Kelayang dan sekitarnya, Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung. Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung.
  • M.O. Schwartz, S.S. Rajah, AK Askury, P. Putthapiban, S. Djaswadi. 1995. The Southeast Asian Tin Belt. Earth Science Reviews 38, Elsiever Science B.V, page 95-293
  • R H. T. Garnett And N. C. Bassett. 2005. Placer Deposits, Society Of Economic Geologists Inc. – Economic Geologists100th Anniversary Volume, Canada, P 813-343
  • Yudo Haryadi. 2008.Eksplorasi Mineral Plaser Laut dengan Menggunakan MarineResistivity dan Sub Bottom Profiling. Tesis. Universitas Indonesia.Jakarta
Sumber : http://josephsirait.blogspot.co.id/2014/11/endapan-timah-sekunder-bab-i.html